Breaking News

Kultur Kebudayaan Masyarakat Jawa

Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku, dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. 
Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.

Suku bangsa jawa adalah suku bangsa terbesar di indonesia. Jumlahnya mungkin ada sekitar 90 juta atau lebih. 

Mereka berasal dari pulau jawa dan terutama ditemukan di provinsi jawa tengah dah jawa timur, tetapi di provinsi jawa barat banyak ditemukan suku jawa, terutama dikabupaten indramayu dan cirebon yang mayoritas masyarakatnya merupakan orang-orang jawa yang berbahasa dan berbudaya jawa. 

Dan di wilayah-wilayah lain juga terdapat populasi mereka. Suku jawa juga memiliki sub-suku, yaitu seperti osing dan tengger.

Bahasa jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara yang biasa dikenal dengan ungguh-ungguh. 

Hal tersebutlah yang membedakan antara bahasa jawa yang dianggap kasar dan halus.

Sedangkan kepercayaan suku jawa yaitu sebagian besar menganut agama islam. Tetapi yang menganut agama protestan dan khatolik juga banyak. 

Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Selain itu juga ada penganut agama buddha dan hindu, ada pula agama kepercayaan suku jawa yang disebut sebagai agama kejawen. 

Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan animisme. 

Sedangkan profesi suku jawa di indonesia mempunyai pekerjaan disegala bidang, terutama pegawai negri sipil dan militer. 

Orang jawa agak lemah dalam bidang bisnis dan industri, dan tidak asing lagi masyarakat jawa lebih menonjol di bidang pertanian sebagai petani.

Orang jawa memiliki stereotipe sebagai sukubangsa yang sopan dan halus, akan tetapi mereka juga terkenal sebagai suku bangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Ini disebabkan karena mereka tidak ingin terjadi konflik. 

Karena itulah mereka justru cenderung diam dan tidak membantah bila terjadi perbedaan pendapat. 

Namun tidak semua orang jawa memiliki sikap tertutup, banyak juga terdapat masyarakat suku jawa yang memiliki watak lugas, terbuka, terus terang, apa adanya, dan tidak suka basa-basi.

Masyarakat jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pada tahun 1960-an seorang pakar antropologi amerika yg bernama Clifford Geertz membagi masyarakat jawa menjadi tiga kelompok yaitu kaum santri, abangan dan priyayi. Kelompok santri adalah penganut islam yang taat, sedangkan kelompok abangan adalah kelompok penganut islam secara nominal atau penganut kejawen, dan kaum priyayi adalah kaum bangsawan atau yang sering kita sebut sebagai kaum darah biru.

Orang jawa juga terkenal dengan budaya seninya terutama dipengaruhi oleh agama hindu-buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita ramayana dan mahabrata. Tetapi pengaruh islam dan dunia barat ada pula.

Asal Usul Suku Jawa
Suku Jawa merupakan suku dengan jumlah populasi terbanyak (sekitar 100 juta orang menurut data tahun 2011) di Indonesia berawal layaknya kelompok etnis Indonesia, kebanyakan termasuk masyarakat Sunda yang ada di Jawa Barat. Nenek moyang masyarakat Jawa adalah orang purba yang berasal dari Austronesia, sebuah spesies yang diperkirakan berasal dari sekitaran Taiwan dan bermigrasi melewati Filipina sebelum akhirnya tiba di pulau Jawa pada tahun 1.500 dan 1.000 sebelum masehi. Suku etnis Jawa memiliki banyak sub-etnis seperti misalnya orang Mataram, orang Cirebon, Osing, Tengger, Boya, Samin, Naga, Banyumasan, dan masih banyak lagi. Dewasa ini, mayoritas suku Jawa memproklamirkan diri mereka sebagai orang Muslim dan minoritasnya sebagai Kristen dan Hindu. Terlepas dari agama yang mereka anut, peradaban suku Jawa tidak pernah bisa dilepaskan dari interaksi mereka terhadap animisme asli yang bernama Kejawen yang telah berjalan selama lebih dari satu milenium, dan pengaruh kejawen tersebut juga masih banyak bisa kita temui dalam sejarah Jawa, kultur, tradisi, dan bidang seni lainnya. Untuk lebih jelasnya, mari simak penjelasan mengenaisejarah asal usul suku jawa berikut ini yang telah Kumpulan Sejarah rangkum dari berbagai sumber.
Suku Jawa di Masa Hindu-Budha dan Islam
Jika membahas asal usul suku Jawa tidaklah jauh berbeda dengan asal usul orang Indonesia secara keseluruhan, yaitu pada saat ditemukannya fosil dari Homo erectus yang juga dikenal dengan nama “Manusia Jawa” oleh Eugene Dubois, seorang ahli anatomi Belanda pada tahun 1891 di Trinil. Fosil Homo erectus yang berhasil ditemukan, diperkirakan memiliki umur yang sudah luar biasa tua yaitu sekitar 700.000 tahun, menjadikannya salah satu spesies manusia kuno yang bisa ditemukan pada saat itu. Tidak berapa lama, di Sangiran juga ditemukan kembali fosil lainnya dari spesies yang sama pada tahun 1930 oleh Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald yang menemukan perkakas yang kelihatannya jauh lebih maju dibanding perkakas pada era sebelumnya dan umur dari peralatan-peralatan yang berhasil mereka temukan diperkirakan adalah 550.000 hingga 143.000 tahun.

Kepercayaan utama yang dianut oleh suku Jawa adalah animisme dan terus berlanjut seperti itu hingga akhirnya dai-dai Hindu dan Budha tiba ke Indonesia yang bermula dengan terjadinya kontak dagang dengan subkontinen India. Yang membuat masyarakat Jawa tertarik menganut agama-agama baru ini adalah karena mereka mampu menyatu dengan filosofi lokal Jawa yang unik. Tempat berkumpulnya kultur suku Jawa adalah Kedu dan Kewu yang ada di lereng Gunung Merapi sebagai jantung dari Kerajaan Medang i Bhumi Mataram. Beberapa dinasti-dinasti kuno seperti misalnya Sanjaya dan Syailendra juga menggunakan tempat tersebut sebagai pusat kekuatan mereka. Ketika Mpu Sendok memerintah, ibu kota kerajaan dipindahkan ke dekat Sungai Brantas pada abad 10, hal ini juga menyebabkan pergeseran pusat kebudayaan dan politik suku Jawa. Dipercaya perpindahan ini disebabkan oleh erupsi vulkanik gunung Merapi, tapi ada juga yang menganggap bahwa perpindahan ini disebabkan oleh serangan dari Kerajaan Sriwijaya.

Perkembangan suku Jawa mulai menjadi signifikan ketika Kertanegara memerintah Kerajaan Singasari pada akhir abad ke-13. Raja yang senang memperluas wilayahnya ini melakukan beberapa ekspedisi besar seperti misalnya ke Madura, Bali, Kalimantan, dan yang paling penting adalah ke pulau Sumatra. Akhirnya, Singasari berhasil menguasai perdagangan di selat Malaka menyusul kekalahan kerajaan Melayu. Dominasi kerajaan Singasari berhenti di tahun 1292 ketika terjadi pemberontakan oleh Jayakatwang yang berhasil mengakhiri hidup Kertanegara, dan Jayakatwang kembali dibunuh oleh Raden Wijaya yang merupakan anak dari Kertanegara. Nantinya, Raden Wijaya akan mendirikan Majapahit, salah satu kerajaan yang terbesar di Nusantara pada masa itu.

Ketika Majapahit mengalami banyak permasalahan tentang siapa yang menjadi penerus, beberapa perang sipil terjadi dan membuat Majapahit kehilangan kekuatan mereka sendiri. Ketika Majapahit mulai runtuh, pulau Jawa juga mulai berubah dengan berkembangnya Islam, dan keruntuhan Majapahit ini menjadi momentum bagi kesultanan Demak untuk menjadi kerajaan yang paling kuat. Kesultanan Demak ini nantinya juga memainkan peranan penting dalam menghalau kekuatan kolonial Portugis yang datang. Dua kali Demak menyerang Portugis ketika para kaum Portugis menundukkan Malaka. Demak juga dikenal dengan keberanian mereka menyerang aliansi Portugis dan Kerajaan Sunda. Kesultanan Demak kemudian dilanjutkan oleh Kerajaan Pajang dan Kesultanan Mataram, dan perubahan ini juga memaksa pusat kekuatan berpindah dari awalnya ada di pesisir Demak menuju Pajang di Blora, dan akhirnya pindah lagi ke Mataram tepatnya di Kotagede yang ada di dekat Yogyakarta sekarang ini.

Awal Migrasi Suku Jawa
Suku Jawa sendiri diperkirakan memiliki kaitan dengan migrasi penduduk Austronesia menuju Madagaskar pada abad pertama. Meski memang kultur utama dari migrasi ini lebih dekat dengan suku Ma’anyan di Kalimantan, beberapa bagian dari bahasa Malagasy sendiri diambil dari bahasa Jawa. Ratusan tahun setelahnya ketika periode kerajaan Hindu tiba, banyak saudagar Jawa yang bermukim di tempat-tempat lain di Nusantara. Pada akhir abad ke-15 menyusul runtuhnya Majapahit dan berkembangnya Muslim di pantai utara Jawa, banyak orang-orang Hindu dari Jawa yang bermigrasi ke Bali dan berperan dalam majunya kultur Bali.

Selain di dalam negeri, suku Jawa juga muncul di semenanjung Malaya sejak lama. Hubungan antara Malaka dan Jawa sendiri merupakan sebuah hal penting yang berperan besar dalam berkembangnya Islam di Indonesia karena banyak misionaris Islam yang dikirim dari Malaka ke beberapa daerah perdagangan di pantai utara Jawa. Migrasi-migrasi ini memperluas ruang lingkup yang harus ditelaah ketika para sejarawan menyelidiki jejak asal usul suku Jawa dalam sejarah.
Islam dalam kultur budaya Jawa
Indonesia sebagai negara dengan penganut Islam terbesar di Dunia, tentulah memiliki basis Ke-Islam an yang kuat. Lebih dari 230 juta jiwa rakyat Indonesia menganut agama islam. 

Namun dibalik hal tersebut, Indonesia adalah negara multikultural dengan jumlah budaya yang sangat banyak. 

Antara lain seperti adat Jawa, Madura, Sunda, Aceh, Minangkabau, bahkan hingga budaya Papua. 

Hal ini menyebabkan terjadinya akulturasi antara budaya Islam dengan Budaya asli Indonesia tidak dapat dihindarkan

Dahulu kala sebelum agama Islam mendominasi Nusantara, Indonesia didominasi oleh pemeluk agama Hindu dan Budha. 

Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya bangunan candi yang digunakan untuk persembayangan umat Hindu dan Budha. 

Sejak tahun 1267, kerajaan islam pertama di Indonesia yaitu Samudra Pasai telah berdiri. Hal ini menandai bahwa telah ada pengaruh Islam di Nusantara. 

Akulturasi budaya dapat dilihat melalui beberapa aspek. Diantaranya adalah:

Bangunan
Bangunan dengan akulturasi budaya yang menjadi contoh adalah menara masjid agung Kudus. Arsitekturnya terdapat percampuran antara budaya Islam dengan budaya Hindu Jawa.

Musik
Penggunaan musik gamelan sebagai salah satu cara walisongo menarik perhatian masyarakat dan menyebarkan agama Islam.

Seni
Seni wayang digunakan para wali untuk menyebarkan pesan-pesan mengenai Islam. Selain itu dengan menggunakan tokoh wayang untuk mengintepresentasikan budaya islam.

Budaya
Terjadinya beberapa akulturasi budaya Jawa dengan budaya Islam yang contohnya antara lain Sekatenan yang dilakukan di Solo dan Jogja. 

Budaya tersebut menunjukkan rasa syukur pada Allah SWT atas berkat yang mereka terima dengan cara membagi sedekah bumi kepada masyarakat.

Menurut data diatas, dapat disimpulkan jika dalam penyebaran agama islam terjadi akulturasi dengan budaya lokal. 

Hal ini tentunya dapat dimaklumi karena jika tidak melalui budaya lokal, tidak akan ada yang tertarik untuk menjadi penganut Islam. 

Penting digaris bawahi jika hal ini merupakan cara yang efektif untuk menyebarkan agama Islam.

No comments